Dari pengamatan sehari-hari seorang grafikus muda Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta seperti Rindy Atmoko, mulai tertarik dengan kehidupan tukang becak. Selintas memang aneh. Mengapa Rindy yang bergelut studi di bidang seni rupa itu jadi tertarik kepada nasib para penarik becak itu? Adakah keterkaitan diantara Rindy dengan mereka?
Secara kebetulan, di sekeliling tempat tinggalnya, banyak dihuni oleh tukang becak, yang tinggal dengan keluarganya. Rindy mengamati mereka dan jatuh simpati.
Ujarnya: “Pada kurun waktu belakangan ini, kehidupan tukang becak dan becaknya terasa semakin terjepit dalam arus modernisasi yang serba mekanis dan kompetitif. Sedikit demi sedikit eksistensi becak terkikis dan digugat.”
Rindy selanjutnya melihat bahwa keterjepitan tersebut membawa dampak bagi kehidupan keluarga mereka, dengan penghasilan yang selalu pas-pasan.
Sikap simpati Rindy tersebut tidak hanya terhenti pada angan-angannya saja, tapi justru dari sanalah menumbuhkan dorongan untuk mewujudkan ke dalam penciptaan karya Seni Grafisnya. “Kesemuanya itu adalah factor-faktor subyektif yang menyentuh, sekaligus menantang untuk diekspresikan ke dalam bahasa visual …,” begitu ungkap Rindy Atmoko lebih lanjut.
Dalam bahasa visual, Rindy mengolahnya kedalam bentuk-bentuk realistis, menonjolkan sifat-sifat volume dan plastisiteit sang obyek, yakni becak-becak dengan berbagai sudut pandang dan arah perspektif, figure-figur manusia serta komponen lain yang menyertai, seperti rumah-rumah, pepohonan dan lain sebagainya. Namun, sebagai latar belakang, Rindy lebih menyederhanakan materi. Ia tidak ingin terlalu ribut dengan mengisikan bermacam obyek. Malahan Rindy agak hati-hati dan lebih banyak mengisi latar-belakang tersebut dengan garis-garis cukilan sehingga taferil di belakang tersebut seolah-olah mengabur.
Rindy menggarap semuanya itu lewat teknik cukilan kayu (wood cut) dan bidang yang dicukil tadi (calon klise) ia pilih dengan hard board. Sistem cukilannya adalah reduksi, yaitu klise tunggal untuk setiap tahap warna, Rindy mencukilnya berkali-kali. Sistem ini di pilih Rindy karena menghemat dan praktis. Hanya sayangnya jumlah cukilan tersebut tidak dapat diulang kembali, sebab klise tersebut telah rusak.
Rindy cukup piawai. Sejumlah karya grafisnya dengan thema Kehidupan Tukang Becak tadi telah selesai dan ia pamerkan dalam rangka menyelesaikan studinya dan merupakan Pameran Tunggal Tugas Akhir di Fakultas Seni Rupa dan Disain, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Herry Wibowo (Kritikus Seni Rupa, Ilustrator, Grafikus, Pelukis dan Dosen FSRD-ISI Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar