Minggu, 01 Februari 2009

Dari Akar Rumput menjadi Mainstream

Dari akar rumput menjadi Mainstream

Pasca Orde Baru
Perkembangan Industri Kreatif (termasuk didalamnya industri desain grafis) dimotori oleh gerakan akar rumput (grass roof). Pasca pemerintahan Orde Baru, di berbagai sector kreatif muncul gerakan-gerakan akar rumput yang lalu membentuk komunitas indie (independent). Sektor ini meliputi: desain grafis, clothing, fesyen, musik, penerbitan, sinematografi, arsitektur dan desain produk. Uniknya, hal ini muncul di waktu yang hampir bersamaan di tahun 1990-an.
Geliat industri grafis juga ditandai dengan menjamurnya biro-biro desain kecil yang rata-rata dimotori oleh para desainer muda. Biro-biro desain ini merupakan alternative bagi para insane kreatif untuk berkarya, selain bekerja di agency iklan multinasional atau menjadi desainer in-house. Perkembangan teknologi internet juga memunculkan blog milis dan komunitas-komunitas desain grafis, seperti Godote, Vectorjunkie, Jogjaforce, Tembokbomber, dll. Komunitas-komunitas ini menunjukkan segudang talenta yang sangat potensial. Beberapa desainer Indonesia dari komunitas ini berhasil mendapatkan projek maupun acknowledgement dari mancanegara.
Pada dasarnya, komunitaskomunitas ini memberikan gambaran kepada kita tentang besarnya peluang industri kreatif nasional- yang disebabkan berkembangnya minat public terhadap seni dan lifestyle, serta adanya kecenderungan pasar untuk semakin menyukai produk yang unik.
Seterusnya menjadi UKM ?
Lepas dari segala peluang yang ada, banyak juga potensi kreatif yang mati sebelum berkembang. Dibidang publishing dapat kita temukan beberapa majalah kreatif-idealis yang berkualitas seperti, Pantau, Blank, Troley, Icon dan Outmagz. Sayangnya, penerbitan-penerbitan ini telah berhenti. Entah karena manja atau suka mengeluh, seringkali berujung pada statement, bahwa di Indonesia memang sulit untuk mengembangkan bisnis berbasis kreativitas agar bias menjadi bisnis berskala besar yang menguntungkan – apalagi bias sebesar PIXAR.
Mungkin memang beberapa insane kreatif tidak ingin untuk menumbuhkan bisnisnya menjadi satu korporasi besar, atau bias jadi kebanyakan dari kita tidak tahu caranya dan masih mengelola bisnis bukan sebagai bussinesman, namun mengelolanya ala desainer. Maklum, sebagai orang kreatif, kita akan cenderung lebih suka bergelut dengan ide dan kreativitas dan paling sungkan untuk berurusan dengan utang-piutang.
Menanti Inkubator Bisnis Kreatif
Bila kepentingannya adalah ingin mengangkat bisnis kreatif berskala UKM menuju satu bisnis berskala besar, mungkin perlu ada seseorang atau badan yang bias berperan sebagai incubator. Badan ini bias berperan sebagai pemodal vebtura/ business angel, pemberi referensi kredit, memberikan konsultasi bisnis, serta mediator untuk masuk ke channel yang tepat di market-market tertentu termasuk market mancanegara. Di masa mendatang bila bisnis kreatif ini berkembang, sang business angel ini juga akan berbagi keuntungan dengan insane kreatif yang menjadi mitranya.
Sayangnya, pola ini masih belum umum ditemukan di Industri Kreatif kita. Saya masih belum menemukan pola kemitraan yang sudah menjadi satu kisah sukses. Bisa jadi, sebagai orang kreatif, kita yang perlu untuk lebih aagresif mencari, mendekati dan meyakinkan mereka.
(Djoko Hartanto, Concept)

Tidak ada komentar: